Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Anak Bajo By | Blog Gadgets Via Blogger Widgets

Pages

Kepulawan Sapeken

SAPEKEN

Ini Kampung Halaman Saya

Senin, 03 Oktober 2016

Berdusta Dalam Mencintai Allah

Berdusta Dalam Mencintai Allah

Setiap Muslim, apabila ditanya apakah anda mencintai Allah, Pasti dengan lantangnya , dia akan menjawab, "Tentu saya cinta Allah". Namun benarkah cintanya?

 
  1395  0
anak yatim, orang miskin
Alloh Berdusta Apakah Hati Bisa Berdusta Berdusta Muslim.or.id  
Setiap Muslim, apabila ditanya apakah anda mencintai Allah, Pasti dengan lantangnya , dia akan menjawab, “Tentu saya cinta Allah”. Bahkan bisa jadi ia malah tersinggung dengan pertanyaan tersebut, kemudian ia pun menambahkan, “Apa maksud anda bertanya demikian? Anda konyol sekali”. Akan tetapi, benarkah pernyataan cintanya tersebut?
Bagaimanakah caranya seseorang tahu bahwa ia betul-betul mencintai Allah? Allah berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali Imran : 31).
Syaikh As-Sadi dalam tafsir ayat ini menjelaskan, “Tidaklah cukup bagi seseorang hanya mengklaim semata bahwa ia mencintai Allah. Ia harus jujur dalam klaimnya tersebut. Dan Di antara tanda kejujuran klaimnya adalah ia mengikuti Rasulullah Shollallahu alaihi wassalam dalam segala keadaan, dalam perkataan dan perbuatan, dalam perkara pokok agama maupun cabangnya, zhohir dan batinnya, barangsiapa yang mengikuti Rasulullah maka hal ini menunjukkan kejujuran klaim cintanya kepada Allah”.
Beliau juga mengatakan, “Barangsiapa yang tidak mengikuti Rasulullah, Maka ia tidak mencintai Allah. Dan Sesungguhnya ia adalah pendusta, meskipun ia mengklaim dirinya mencintai Allah” (Tafsir As-Sadi Surat Ali Imran : 31)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Barangsiapa yang mengklaim dirinya mencintai Allah, Akan tetapi ia tidak mengikuti Sunnah Rasulullah Shollallahu alaihi wassalam, Maka ia telah berdusta” (Majmu’ Fatawa, 8/360).
Mengikuti Nabi juga berarti menjauhkan diri dari amal-amal ibadah baru yang tidak ada tuntunannya dari Nabi. Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir rahimahullah pada ayat ini beliau membawakan hadits, “Barangsiapa yang beramal tanpa ada tuntunannya dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim).
Sesungguhnya besar kadar cinta seseorang kepada Allah dapat terukur dengan kesesuaian dia dalam mengikuti Nabi, baik dalam aqidahnya, ibadahnya, akhlaknya, muamalahnya dan tuntunan beliau lainnya.
Maka, hendaknya kita berkaca pada diri-diri kita, sudahkah kita benar-benar mengikuti petunjuk Nabi? Atau ternyata selama ini klaim cinta kita kepada Allah hanya sekedar pemanis bibir semata? Hanya berupa dusta di lisan?
***
Penulis: Boris Tanesia
Artikel Muslim.or.id

Jumat, 04 Oktober 2013

Arti Cinta kepada Allâh Ta'âla bagi Seorang Mukmin

Arti Cinta kepada Allâh Ta'âla bagi Seorang Mukmin
Imam al-Bukhâri rahimahullâh dan Imam Muslim rahimahullâh meriwayatkan hadits dalam kitab shahîh mereka dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu 'anhu, beliau radhiyallâhu 'anhu mengatakan:
بَيْنَمَا أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خَارِجَانِ مِنْ الْمَسْجِدِ فَلَقِيَنَا رَجُلٌ عِنْدَ سُدَّةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا فَكَأَنَّ الرَّجُلَ اسْتَكَانَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا كَبِيرَ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ وَلَا صَدَقَةٍ وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Ketika aku keluar dari masjid bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, kami dijumpai oleh seorang lelaki di dekat pintu masjid. Orang itu bertanya,”Wahai Rasûlullâh, kapan kiamat tiba?” Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam balik bertanya kepada orang itu : “Apa yang telah kau persiapkan untuk (menyambut)nya?” Anas mengatakan: “Seakan-akan lelaki tersebut tertunduk diam,” kemudian lelaki itu berkata,”Aku tidak menyiapkan (maksudnya, aku belum membekali diri dengan, Red.) shalat, puasa, ataupun shadaqah sunat yang banyak, akan tetapi aku cinta kepada Allâh dan Rasul-Nya.” Mendengar ini Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda : “Engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”.[1]
Mendengar sabda Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam, para Sahabat sontak bergembira, sampai-sampai Anas radhiyallâhu 'anhu mengatakan, “Setelah memeluk dien Islam, kami tidak pernah merasakan kebahagiaan yang lebih hebat dibandingkan dengan kebahagiaan karena mendengar sabda Rasûlullâh “Engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”.
Mengapa mereka begitu bahagia? Karena mereka sudah diberitahu, bahwa dengan kecintaan yang benar kepada Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya, seseorang dapat mencapai derajat yang jarang bisa diraih dengan amal. Karena amal terkadang ternodai oleh hal-hal yang merusaknya dan mengurangi nilainya. Namun, jika di dalam hati seseorang selalu ada cinta yang ikhlas kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka kekurangan-kekurangan itu bisa tertutupi.
Namun ini bukan berarti bahwa cinta itu terpisah dari amal atau orang yang mencintai tidak perlu taat kepada yang dicintai, sama sekali tidak! Pengakuan cinta yang terlontar dari mulut, tanpa amal nyata, hanyalah sebuah kebohongan; Sebagaimana amalan yang tidak dilandasi rasa cinta hanya akan menjadi sesuatu yang tidak bermanfaat, ibarat badan tanpa ruh. Jadi amal merupakan konsekuensi cinta dan bisa dijadikan tolok ukur kejujuran sebuah pengakuan.
Kecintaan yang benar (kepada Allâh Ta'âla) memiliki rasa manis dan lezat yang tidak mungkin dirasakan oleh orang-orang yang mengaku mencintai-Nya (tanpa bukti). Dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhâri dan Muslim, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Ada tiga sifat, barangsiapa memiliki tiga sifat ini, maka dia akan merasakan manisnya iman (kesempurnaan iman, yaitu) : menjadikan Allâh dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya; Mencintai orang lain semata-mata karena Allâh dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allâh sebagaimana dia enggan untuk dilemparkan ke dalam api.[2]
Jika rasa cinta kepada Allâh Ta'âla sudah ada dalam kalbu kita, maka kewajiban kita selanjutnya adalah menjaga rasa itu dan kita berharap diwafatkan dalam keadaan kita mencintai dan dicintai oleh Allâh Ta'âla. Namun ini bukan hal mudah, banyak tantangan yang harus dilewati, terlebih di zaman seperti zaman sekarang ini. Fitnah begitu banyak tersebar ditambah lagi setan yang tidak pernah surut menggoda dan menjebak manusia. Hanya kepada Allâh Ta'âla kita memohon agar Allâh Ta'âla menganugerahkan kepada kita rasa cinta kepada-Nya dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang dicintai oleh Allâh Ta'âla.
Kita memohon kepada-Nya agar senantiasa membantu kita dalam menjalankan apa yang menjadi konsekuensi keimanan dan kecintaan kita kepada Allâh Ta'âla.
رَبَّنَا أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Ya Rabb kami, tolonglah kami untuk (selalu) berzikir, bersyukur dan beribadah dengan sebenarnya kepada-Mu".[3]
[1] HR Imam al-Bukhâri, no. 6171; Fathul Bâri (10/573). Juga diriwayatkan Imam Muslim, no. 2639, dan lafazh hadits di atas merupakan lafazh milik Imam Muslim.
[2] HR al-Bukhâri (no. 16 dan 21) dan Muslim (no. 43).
[3] HR Abu Dâwud (no. 1522) dan an-Nasa-i (no. 1303), dinyatakan shahîh Syaikh al-Albâni.

Sabtu, 20 April 2013

Penyimpangan dalam Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Ta'âla

 Penyimpangan dalam Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Ta'âla

(Oleh: Ustadz Abdullah Taslim, MA)
Pembahasan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allâh Ta'âla memiliki kedudukan yang agung dan tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu tonggak utama dan landasan iman kepada Allâh Ta'âla. Dan seorang hamba tidak mungkin dapat menunaikan ibadah yang sempurna kepada Allâh Ta'âla sampai dia benar-benar memahami pembahasan ini dengan baik.[1]
Oleh karena itu, penyimpangan dalam memahami masalah ini, akibatnya sangatlah fatal, karena kerusakan pada landasan iman ini akan mengakibatkan rusaknya semua bangunan agama seorang hamba yang berdiri di atasnya.

Rabu, 23 Januari 2013


Agama Adalah Nasehat

(Oleh : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
قَالُوْا : لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
قَالأَ : لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ
أَوْ لِلمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ

Penyimpangan dalam Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Ta'âla


Penyimpangan
dalam Nama-nama
dan Sifat-sifat
Allah Ta'âla

(Oleh: Ustadz Abdullah Taslim, MA)
Pembahasan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allâh Ta'âla memiliki kedudukan yang agung dan tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu tonggak utama dan landasan iman kepada Allâh Ta'âla. Dan seorang hamba tidak mungkin dapat menunaikan ibadah yang sempurna kepada Allâh Ta'âla sampai dia benar-benar memahami pembahasan ini dengan baik.[1]

Kamis, 17 Januari 2013

Agama Adalah Nasehat


Agama Adalah Nasehat

(Oleh : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
قَالُوْا : لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
قَالأَ : لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ
أَوْ لِلمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ
Dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dâri radhiyallâhu'anhu,
dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda:
“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”.
Mereka (para sahabat) bertanya, ”Untuk siapa, wahai Rasûlullâh?”
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjawab,
”Untuk Allâh, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam kaum Muslimin atau Mukminin,
dan bagi kaum Muslimin pada umumnya.”

Rabu, 16 Januari 2013

Sejarah Orang Bajo


Sejarah Orang Bajo

Sejarah Suku Bajo
                   Mendengar kata Sapeken, orang lalu mengaitkan kata ini dengan istilah umum Sepekan alias SEMINGGU. Terkaan ini tidaklah keliru mengingat sejarah pulau sapeken konon katanya memang berkaitan denganistilah sepekan atauseminggu,usut demi usut ternyata

Senin, 31 Desember 2012

Dunia Diciptakan Karna Nur ( Cahaya )

 Dunia Diciptakan

                                  Karena Nur (Cahaya)

Nabi Muhammad

Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam?

                                                                                                           (Oleh: Ustadz DR. Ali Musri)

Jumat, 27 Juli 2012

Hani Ar Rifa'i - Murottal 30 Juz.mp3

Hani Ar Rifa'i - Murottal 30 Juz.mp3

1 Surat Al-Fatiha
2 Surat Al-Baqara
3 Surat Aal-E-Imran
4 Surat An-Nisa
5 Surat Al-Maeda
6 Surat Al-Anaam
7 Surat Al-Araf
8 Surat Al-Anfal
9 Surat At-Tawba
10 Surat Yunus
11 Surat Hud
12 Surat Yusuf
13 Surat Ar-Rad
14 Surat Ibrahim
15 Surat Al-Hijr
16 Surat An-Nahl
17 Surat Al-Isra
18 Surat Al-Kahf
19 Surat Maryam
20 Surat Ta-Ha
21 Surat Al-Anbiya
22 Surat Al-Hajj
23 Surat Al-Mumenoon
24 Surat An-Noor
25 Surat Al-Furqan
26 Surat Ash-Shuara
27 Surat An-Naml
28 Surat Al-Qasas
29 Surat Al-Ankaboot
30 Surat Ar-Room
31 Surat Luqman
32 Surat As-Sajda
33 Surat Al-Ahzab
34 Surat Saba
35 Surat Fatir
36 Surat Ya-Seen
37 Surat As-Saaffat
38 Surat Sad
39 Surat Az-Zumar
40 Surat Ghafir
41 Surat Fussilat
42 Surat Ash-Shura
43 Surat Az-Zukhruf
44 Surat Ad-Dukhan
45 Surat Al-Jathiya
46 Surat Al-Ahqaf
47 Surat Muhammad
48 Surat Al-Fath
49 Surat Al-Hujraat
50 Surat Qaf
51 Surat Adh-Dhariyat
52 Surat At-Tur
53 Surat An-Najm
54 Surat Al-Qamar
55 Surat Ar-Rahman
56 Surat Al-Waqia
57 Surat Al-Hadid
58 Surat Al-Mujadila
59 Surat Al-Hashr
60 Surat Al-Mumtahina
61 Surat As-Saff
62 Surat Al-Jumua
63 Surat Al-Munafiqoon
64 Surat At-Taghabun
65 Surat At-Talaq
66 Surat At-Tahrim
67 Surat Al-Mulk
68 Surat Al-Qalam
69 Surat Al-Haaqqa
70 Surat Al-Maarij
71 Surat Nooh
72 Surat Al-Jinn
73 Surat Al-Muzzammil
74 Surat Al-Muddaththir
75 Surat Al-Qiyama
76 Surat Al-Insan
77 Surat Al-Mursalat
78 Surat An-Naba
79 Surat An-Naziat
80 Surat Abasa
81 Surat At-Takwir
82 Surat Al-Infitar
83 Surat Al-Mutaffifin
84 Surat Al-Inshiqaq
85 Surat Al-Burooj
86 Surat At-Tariq
87 Surat Al-Ala
88 Surat Al-Ghashiya
89 Surat Al-Fajr
90 Surat Al-Balad
91 Surat Ash-Shams
92 Surat Al-Lail
93 Surat Ad-Dhuha
94 Surat Al-Inshirah
95 Surat At-Tin
96 Surat Al-Alaq
97 Surat Al-Qadr
98 Surat Al-Bayyina
99 Surat Az-Zalzala
100 Surat Al-Adiyat
101 Surat Al-Qaria
102 Surat At-Takathur
103 Surat Al-Asr
104 Surat Al-Humaza
105 Surat Al-Fil
106 Surat Quraish
107 Surat Al-Maun
108 Surat Al-Kauther
109 Surat Al-Kafiroon
110 Surat An-Nasr
111 Surat Al-Masadd
112 Surat Al-Ikhlas
113 Surat Al-Falaq
114 Surat An-Nas

Kamis, 26 Juli 2012

Sikap Muslim Dalam Menghadapi Musibah

Sikap Muslim Dalam Menghadapi Musibah

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya, amiin.
Saudaraku! Ucapkanlah:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kamipun kepada-Nya akan kembali. Ya Allah karuniakanlah kami pahala atas ketabahan kami menerima musibah ini dan gantikanlah kami dengan yang lebih baik dibanding apa yang telah sirna karena musibah tersebut.”
Kembali negara kita dirundung musibah. Saudara-saudara kita umat Islam di negeri kita tercinta kembali mendapat cobaan. Gempa kembali menghancurkan bangunan, perumahan dan merenggut jiwa sebagian saudara kita dan melukai tubuh sebagian lainnya.
Jangan berkecil hati! Tetaplah berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, dan tabahkanlah hatimu. Percayalah, bila anda tabah menerima musibah ini, tanpa keluh kesah, dan tetap berbaik sangka kepada suratan takdir ilahi ini, niscaya Allah memberikan jalan keluar terbaik bagi kita dan negeri kita. Bukan hanya jalan keluar yang terbaik, bahkan musibah ini berubah menjadi nikmat.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ   {155} الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ {156} أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ . البقرة 155-157
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan pujian dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al Baqarah: 155-157)
Saudaraku! Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengisahkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa ditimpa musibah, selanjutnya ia berkata:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
“Niscaya Allah melimpahkan pahala kepadanya dalam musibah yang menimpanya itu dan menggantikannya dengan yang lebih baik dari apa yang telah sirna darinya.” Dan tatkala suamiku Abu Salamah meninggal dunia, akupun mengucapkan ucapan itu, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ternyata Allah menggantikanku dengan yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Riwayat Al Bukhari)
Benar, setelah masa ‘iddah Ummu Salamah berlalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus utusan untuk melamar Ummu Salamah untuk dijadikan sebagai istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allahu Akbar! Benar-benar pengganti yang lebih baik, dan bahkan tiada yang lebih baik darinya. Betapa tidak, mendapat kehormatan menjadi pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya di dunia, menjadi belahan jiwanya di dunia. Dan sudah barang tentu menjadi pendamping beliau di surga, di sisi Allah Ta’ala. Benar-benar beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mendapat karunia kebahagian di dunia dan akhirat.
Apa yang dialami oleh Ummu Salamah ini hanyalah contoh nyata dari apa yang dijanjikan Allah Ta’ala kepada orang-orang yang bersabar.
Dan bila saudara bertanya: Bila demikian adanya, maka apa yang mungkin kita peroleh sebagai ganti dari apa yang menimpa kita seklarang ini; rumah rusak, harta benda hancur berantakan, kerabat luka-luka dan mungkin meninggal dunia?
Jangan kawatir saudaraku! Ganti yang lebih besar telah Allah siapkan untuk anda, bila anda benar-benar bersabar menjalani musibah ini. Anda ingin tahu apa balasan yang telah menanti anda? Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُمَّتِى هَذِهِ أُمَّةٌ مَرْحُومَةٌ لَيْسَ عَلَيْهَا عَذَابٌ فِى الآخِرَةِ عَذَابُهَا فِى الدُّنْيَا الْفِتَنُ وَالزَّلاَزِلُ وَالْقَتْلُ. رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم ووافقه الألباني
“Ummatku ini adalah ummat yang dirahmati, mereka semua tidak akan disiksa secara menyeluruh di akhirat, siksa mereka hanyalah terjadi di dunia, berupa berbagai kekacauan, gempa bumi dan pertumpahan darah yang menimpa mereka.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan dinyatakan sebagaihadits shahih oleh Al Hakim dan disetujui oleh Al Albani)
Saudaraku! Berbagai musibah yang silih berganti menimpa negeri kita, adalah sebagai tebusan atas berbagai kemaksiatan yang akhir-akhir ini merajalela di negeri kita. Pornografi, pornoaksi, riba, narkoba, tidak membayar zakat, dan memakan harta haram.
Mungkin anda akan berkata: Mengapa anda kok begitu pesimis dan berburuk sangka terhadap masyarakat dan negara anda sendiri?
Saudaraku! Ketahuilah bahwa saya tidak sedang berburuk sangka dan pesimis terhadap negeri dan masyarakat saya sendiri. Coba saudaraku sekalian membandingkan keadaan negeri kita sekitar 20 tahun silam dengan negeri kita sekarang. Jauh berbeda bukan?
Walaupun hati ini pilu, seakan hancur tersayat-sayat mengikuti berita musibah yang demikian bertubi-tubi dan silih berganti. Akan saya masih dapat menyaksikan sinar harapan yang tetap bercahaya bersama terbitnya mentari di setiap pagi hari.
Betapa tidak, walau kemaksiatan dan kemungkaran telah begitu meraja lela, akan tetapi Allah Ta’ala masih sudi menerima tebusan dari kita yang terwujud dalam bencana alam.
Andai Allah Ta’ala talah menutup pintu harapan dari negeri kita, niscaya Allah akan menunda semua musibah ini hingga di akhirat, dan hanya siksa nerakalah yang menanti kita. Mungkinkah anda mengharapkan kemungkinan ini yang menimpa negeri dan masyarakat anda?
Inilah sebagian dari hikmah yang dapat kita petik dari sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senantiasa memuji Allah, walaupun ditimpa kesusahan.
Sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendapatkan hal yang beliau sukai, beliau mengucapkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
“Segala puji hanya milik Allah Yang atas karunia-Nya segala kebaikan dapat terwujud.”
Dan bila mendapatkan hal yang tidak beliau sukai, beliau berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
“Segala puji hanya milik Allah atas segala keadaan yang menimpa.” (Riwayat Ibnu Majah, Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)
Semoga bencana yang bertubi-tubi dan musibah yang silih berganti ini telah mengobarkan semangat dalam jiwa saudara sekalian untuk berjuang merintis perubahan. Hanya dengan perjuangan saudara-saudara sekalianlah negeri kita akan kembali makmur dan diselimuti oleh kemakmuran, kerahmatan dan kedamaian.
ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. الأنفال 53
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Anfaal: 53)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ لاَ يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابِهِ. رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني
“Sesungguhnya masyarakat bila mengetahui suatu kemungkaran lalu mereka tidak merubahnya, maka tidak lama lagi Allah akan menimpakan hukuman kepada mereka semua.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)
Saudaraku! Kunci perubahan negeri anda ada di tangan anda, bagaimana dan kapankah anda menggunakan kunci itu, sehingga negeri anda menjadi negeri yang penuh dengan kerahmatan dan kedamaiaan?
Kapan lagi bila bukan sejak sekarang? Tegakkanlah nahi mungkar dan sebarkanlah yang ma’ruf, niscaya bencana dan musibah yang selama ini setiap menemani negeri kita akan menyingkir.
Penulis:  Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA   hafidzohullah
Untuk melengkapi khasanah keilmuwan  terhadap sikap kita dalam menghadapi musibah simak kajian  yang sangat bermanfaat berikut:
Tema          :  Sikap Muslim Dalam Menghadapi Musibah
Pemateri   : Ustadz Fariq Bin Qasim Anuz hafidzohullah